Kamis, 02 Juli 2009

FOSFOLIPID

Fosfolipid merupakan golongan senyawa lipid dan merupakan bagian dari membran sel makhluk hidup; bersama dengan protein, glikolipid dan kolesterol.
Struktur
Fosfolipid terdiri atas empat komponen:
asam lemak,
gugus fosfat,
alkohol yang mengandung nitrogen, dan
suatu kerangka.
Fosfolipid memiliki kerangka gliserol dan 2 gugus asil. Pada posisi ketiga dari kerangka gliserol di tempati oleh gugus fosfat yang terikat pada amino alkohol.
Molekul fosfolipid dapat dipandang terdiri dari dua bagian, yaitu kepala dan ekor. Bagian kepala memiliki muatan positif dan negatif serta bagian ekor tanpa muatan. Bagian kepala karena bermuatan bersifat hidrofilik atau larut dalam air, sedangkan bagian ekor bersifat hidrofobik atau tidak larut dalam air. Fosfolipid digolongkan sebagai lipid amfipatik
A. Fungsi
Fungsi dari fosfolipid antara lain sebagai bahan penyusun membran sel. Beberapa fungsi biologik lainnya antara lain adalah sebagai surfactant paru-paru yg mencegah perlekatan dinding alveoli paru-paru sewaktu ekspirasi.

B. Plasmalogen
adalah suatu lipid yg mirip dengan fosfolipid banyak didapati sebagai komponen penyusun membran sel saraf dan otot. Gugus asil pertama plasmalogen terikat pada kerangka gliserolnya oleh ikatan eter, bukan ikatan ester seperti fosfolipid.

C. Struktur Membran

Lipid dan protein merupakan bahan penyusun utama membran, walaupun karbohidrat juga merupakan bahan penting. Akhir-akhir ini, model yang dapat diterima untuk penyusunan molekul-molekul tersebut dalam membran adalah model mosaik fluida.
Membran plasma atau membran sel tersusun atas molekul lemak dan protein. Molekul lemak terdiri atas dua lapis, terdapat di bagian tengah membran. Di sebelah luarnya terdapat lapisan protein perifer (protein tepi), yang menyusun tepi luar dan dalam membran. Selain protein perifer, terdapat pula molekul-molekul protein tertentu yang masuk ke dalam lapisan lemak. Bahkan ada yang masuk hingga menembus dua lapisan lemak. Protein yang masuk ke lapisan lemak itu disebut protein integral. Pada tempat-tempat tertentu, terbentuk pori yang dibatasi oleh molekul protein. Tebal membran plasma antara 5-10 nm.
Molekul protein dan lemak itu tidak statis, melainkan senantiasa bergerak. Dapat dibayangkan molekul lemak sebagai “benda cair” yang di atasnya dan di dalamnya terdapat molekul protein yang “berenang-renang”. Itulah sebabnya struktur membrane yang demikian disebut sebagai “mosaik fluida”.
Lemak membran tersusun atas fosfolipid (lemak yang bersenyawa dengan fosfat),glikolipid (lemak yang bersenyawa dengan karbohidrat), dan sterol (lemak yang bersenyawa dengan kolesterol). Sedangkan protein membran tersusun atas glikoprotein (protein yang bersenyawa dengan karbohidrat).
(http://id.wikipedia.org/wiki/Fosfolipid)

Kualitas fluida membran
Membran bukanlah lembaran molekul statis yang terikat kuat di tempatnya. Membran ditahan bersama terutama oleh interaksi hidrofobik, yang jauh lebih lemah dari ikatan kovalen. Sebagian besar lipid dan sebagian protein dapat berpindah secara acak dalam bidang membrannya. Akan tetapi, jarang terjadi suatu molekul bertukar tempat secara melintang melintasi membran, yang beralih darri satu lapisan fosfolipid ke lapisan lainnya; untuk melakukan hal seperti itu, bagian hidrofilik molekul tersebut harus melintasi inti hidrofobik membrannya.
Fosfolipid bergerak di sepanjang bidang membran dengan cepat, kira-kira 2 µm per detik. Protein jauh lebih besar daripada lipid dan bergerak lebih lambat, tetapi sebagai protein membran, sebenarnya berpindah. Dan sebagian protein membran sepertinya bergerak dengan cara yang sangat terarah, mungkin digerakkan di sepanjang serabut eksoskeleton oleh protein motor yang dihubungkan dengan ujung-ujung sitoplasmik protein membran. Akan tetapi, banyak protein membran lain sepertinya dibuat tidak bergerak dengan keterikatannya pada sitoskeleton.
Suatu membran tetap berwujud fluida begitu suhu turun, hingga akhirnya, pada bebeapa suhu kritis, fosfolipid mengendap dalam suatu susunan yang rapat dan membrannya membeku, tak ubahnya seperti minyak babi yang membentuk kerak lemak ketika minyaknya mendingin. Suhu beku membran tergantung pada komposisi lipidnya. Membran tetap berwujud fluida pada suhu yang lebih rendah jika membran itu mengandung banyak fosfolipid dengan ekor hidrokarbon tak jenuh. Karena adanya kekusutan di tempat ikatan gandanya, hidrakarbon tak jenuh tidak tersusun serapat hidrokarbon jenuh.
Kolesterol steroid, yang terjepit di antara molekul-molekul fosfolipid dalam membran plasma hewan, membantu menstabilkan membran tersebut. Pada suhu yang relative hangat (37oC) kolesterol membuat membran kurang bersifat fluida dengan mengontrol gerakan fosfolipid. Akan tetapi, karena kolesterol juga menghambat penyusunan – rapat fosfolipid, kolesterol ini menurunkan suhu yang dibutuhkan membrannya agar bisa membeku.
Membran haruslah bersifat fluida agar dapat bekerja dengan baik, membran itu biasanya sekental minyak salad. Apabila membran membeku, permeabilitasnya berubah,dan protein enzimatik di dalamnya mungkin menjadi inaktif. Suatu sel dapat mengubah komposisi lipid membrannya dalam tingkatan tertentu sebagai penyesuaian terhadap suhu yang berubah. Misalnya, dalam banyak tumbuhan yang dapat bertahan dalam kondisi yang sangat dingin, seperti gandum musim dingin, presentase fosfolipid tak jenuh meningkat dalam musim gugur, suatu adaptasi yang menghalangi pembekuan membran selama musim dingin.

Membran sebagai mosaik struktur dan fungsi
Membran merupakan kolase banyak protein berbeda-beda yang tertanam dalam matriks fluida bilayer lipid. Bilayer lipid ini merupakan penyusun utama membran tersebut, tetapi protein menentukan sebagian besar fungsi spesifik membran. Membran plasma dan membran berbagai macam organel masing-masing memiliki koleksi protein yang unik. Sampai saat ini telah ditemukan lebih dari 50 jenis protein dalam membran plasma sel darah merah.

Terdapat dua lapisan utama protein membran, yaitu protein integral dan protein poriferal. Protein integral umumnya merupakan protein transmembran, dengan daerah hidrofobik yang seluruhnya membentang sepanjang interior hidrofobik membran tersebut. Daerah hidrofobik protein integral terdiri atas satu atau lebih rentangan asam amino non polar yang biasanya bergulung menjadi heliks α. Ujung hidrofilik molekul ini dipaparkan ke larutan aqueous pada kedua sisi membran. Protein poriferal sama sekali tidak tertanam dalam bilayer lipid; protein ini merupakan anggota yang terikat secara longgar pada permukaan membran, sering juga pada bagian protein integral yang dibiarkan terpapar.
Pada sisi sitoplasmik membran plasma, sejumlah protein membran diikat di tempatnya melalui pelekatan pada sitoskeleton. Pada sisi bagian luarnya (eksterior), protein membran tertentu diikat pada serabut-serabut matriks akstaseluler. Pelekatan-pelekatan ini berkombinasi untuk memberi sel hewan kerangka luar yang lebih kuat daripada yang diberikan oleh membran plasma itu sendiri.
Membran memiliki muka sisi dalam dan sisi luar yang sangat berbeda. Kedua lapisan lipid mungkin bebrbeda komposisi lipid spesifiknya., dan setiap protein memiliki orientasi terarah dalam membrannya. Membran plasma juga memiliki karbohidrat, yang dibatasi pada permukaan luar saja. Distribusi protein, lipid, dan karbohidrat yang taksimetris ini ditentukan sewaktu membrannya sedang dibuat oleh reikulum endoplasmik. Molekul yang berawal pada muka sisi dalam RE berakhir pada muka sisi luar membran plasma.

Fungsi protein membrane :

Transpor
a)protein yang membentang (melintang) membrane mungkin memberikan suatu saluran hidrofilik melintasi membrane yang bersifat selektif untuk zat terlarut tertentu
b)beberapa protein transport menghidrolisis ATP sebagai sumber energi untuk memompa bahan melintasi membrane tersebut secara aktif.


Aktivitas enzimatik
Protein yang berada dalam membrane mungkin berupa enzim dengan sisi aktifnya yang dipaparkan ke zat-zat pada alrutan sebelahnya. Dalam beberapa kasus, sejumlah enzim dalam membrane disusun sebagai suatu tim atau satuan yang melaksanakan langkah-langkah berurutan suatu jalur metabolisme.


Transduksi sinyal
Protein membrane mungkin memiliki tempat pengikatan dengan bentuk spesifik yang sesuai dengan bentuk-bentuk mesenjer kimiawi, seperti hormone. Mesenjer eksternal (sinyal) mungkin menyebabkan perubahan konformasi protein yang merelai pesan ke bagian dalam sel.


Penggabungan interseluler
Protein membrane dari sel-sel yang bersebelahan mungkin dikaitkan bersama-sama dalam berbagai bentuk junction.


Pengenalan sel-sel
Beberapa glikoprotein (protein dengan rantai gula pendek) berfungsi sebagai label identifikasi yang secara khusus dikenali oleh sel lain.


Pelekatan ke sitoskeleton dan matriks ekstraseluler (ECM)
Mikrofilamen atau elemen lain sitoskeleton mungkin terikat ke protein membrane, suatu fungsi yang membantu mempertahankan bentuk sel dan menetapkan lokasi protein membrane tertentu. Protein yang mendekat ke ECM dapat mengkoordinasikan perubahan ektraseluler dan intraseluler.

Gambar di atas memperlihatkan suatu gambaran umum tentang enam jenis fungsi utama yang diperlihatkan oleh protein membran plasma. Suatu sel tunggal mungkin memiliki protein membran yang melakukan sejumlah fungsi ini, dan suatu protein tunggal memiliki mungkin memiliki banyak fungsi. Dengan demikian membran itu sebenarnya merupakan mosaik fungsional, disamping sebagai mosaik struktural.

Karbohidrat membran dan pengenalan sel-sel
Pengenalan sel-sel, kemampuan sel untuk membedakan satu jenis sel tetangga dari sel jenis lain, merupakan hal yang krusial bagi fungsi suatu organisme. Misalnya, hal itu penting dalam memilah sel menjadi jaringan dan organ di dalm embrio hewan. Pengenalan itu juga merupakan dasar bagi penolakan sel asing (termasuk sel-sel organ cangkokan) oleh system imun, suatu garis perahanan penting dalam hewan vertebrata. Cara sel mengenali sel lain ialah dengan memberi kunci pada molekul permukaan yang seringkali berupa karbohidrat, pada membran plasma.
Karbohidrat membran biasanya berupa oligosakarida bercabang dengan kurang dari 15 satuan gula. Beberapa oligosakarida ini secara kovalen terikat dengan lipid, dan membentuk molekul yang disebut glikolipid. Akan tetapi, sebagian besar oligosakarida terikat secara kovalen dengan protein, sehingga disebut glikoprotein.
Oligosakarida pada sisi luar membran plasma berbeda-beda dari satu spesies ke spesies lain, dan bahkan dari satu sel ke sel lainnya dalam satu individu. Keberagaman molekul dan lokasinya pada permukaan membuat oligosakarida dapat berfungsi sebagai penanda yang membedakan satu sel dari yang lain. Misalnya, empat kelompok darah manusia yang ditandai dengan A, B, dan O mencerminkan keragaman oligosakarida pada permukaan sel darah merah.

Fungsi Membran Plasma

Membran plasma sangat penting unuk menjaga kehidupan sel. Fungsi membran sel anatara lain melindungi isi sel, yaitu membrane sel befungsi mempertahankan isi sel; mengatur lalulintas molekul-molekul, membran plasma bersifat selektif permeabel artinya ada zat-zat tertentu yang dapat melewati membrane dan ada pula yang tidak. Molekul-molekul tersebut berguna untuk mempertahankan kehidupan sel; sebagai reseptor rangsangan dari luar sel, rangsangan itu berupa zat-zat kimia seperti hormon,racun,rangsangan listrik,dan rangsangan mekanik.Bagian sel yang berfungsi sebagai reseptor yaitu glikoprotein.

Organisasi molekuler membran mengakibatkan permeabilitas selektif
Suatu lalulintas yang tunak dari molekul dan ion kecil bergerak melintasi membran plasma dalam dua arah. Perhatikan pertukaran kimiawi antara sel otot dengan fluida ekstraseluler yang membasahinya. Gula, asam amino, dan nutrien lain memasuki sel, dan produk limbah metabolisme meninggalkan sel. Sel menyerap oksigen untuk respirasi seluler dan mengeluarkan karbondioksida. Sel itu juga mengatur konsentrasi ion anorganiknya, seperti Na+,K+,Ca2+,dan Cl-, dengan cara membolak-balik arahnya dari satu arah ke arah lainnya melintasi membran plasma. Walaupun lalu lintas melalui membran ini padat, membran sel itu permeabel secara selektif, dan substansi-substansi tidak dapat melintasi rintangan tersebut secara sembarangan. Sel tersebut dapat mengambil berbagai macam molekul dan ion kecil dan menolak yang lainnya. Di samping itu, substansi-substansi gerak melintasi membran pada laju yang berbeda-beda.

Permeabilitas bilayer lipid
Inti hidrofobik membran menghalngi transport ion dan molekul polar,yang bersifat hidrofilik. Molekul hidrofobik, seperti hidrokarbon, karbondioksida, dan oksigen, dapat larut dalam membran dan melintasinya dengan mudah. Molekul sangat kecil yang polar tetapi tidak bermuatan juga dapat lewat melalui membran dengan cepat. Contoh-contohnya ialah air dan etanol, yang cukup kecil untuk dapat lewat di antara lipid-lipid membran. Bilayer lipid tidak sangat permeabel terhadap molekul polar tak bermuatan yang lebih besar, seperti glukosa dan gula lain. Bilayer ini juga relatif tidak permeabel terhadap semua ion, sekalipun ion kecil seperti H+ dan Na+. Atom atau molekul bermuatan dan lapisan airnya sulit menembus lapisan hidrofobik membran. Akan tetapi, bilayer lipid hanyalah salah satu bagian cerita tentang permeabilitas selektif membran. Protein yang ada di dalam membran memainkan peran penting dalam pengaturan transpor.

Protein transpor
Membran sel bersifat permeabel terhadap ion dan molekul polar spesifik. Subtansi hidrofilik menghindari kontak dengan bilayer lipid dengan lewat melalui protein transpor yang membentangi membran. Sejumlah protein transpor berfungsi karena memiliki saluran hidrofilik yang digunakan oleh molekul tertentu sebagai saluran untuk melewati membran. Protein transpor lain mengikat senyawa yang dibawanya dan secara fisik menggerakkannya melintasi membran. Dalam kedua kasus tersebut, setiap protein transpor itu bersifat spesifik untuk substansi yang ditranslokasikannya, berarti hanya substansi atau kelas yang berkaitan erat dengan substansi itu saja yang dapat melintasi membran. Misalnya, glukosa yang diangkut dalam darah ke hati manusia memasuki sel hati secara cepat melalui protein transpor spesifik dalam membran plasma. Protein itu begitu selektifnya sehinnga protein itu bahkan menolak fruktosa, isomer struktural glukosa.
Dengan demikian permeabilitas selektif membran bergantung pada rintangan pembeda pada bilayer lipid maupun protein transpor spesifik yang ada di dalam membran.
Pergerakan substansi keluar –masuk sel terdiri daripada 2 jenis:

1. transpor pasif
2. transpor aktif

Transpor pasif
Transpor pasif ialah bentuk pergerakan molekul yang tidak memerlukan tenaga apabila melintasi membran sel dan laju pergerakan bergantung pada besar konsentrasi substansi dibandingkan dengan membran tersebut.

Transpor pasif merupakan difusi melintasi suatu membran.

Molekul memiliki energi kinetik intrinsik yang disebut gerak termal (kalor). Suatu akibat gerak termal ialah difusi, kecenderungan molekul setiap zat untuk menyebar ke seluruh ruangan yang ada. Setiap molekul bergerak secara acak, namun difusi populasi molekul mungkin mempunyai arah. Misalnya, bayangkanlah suatu membran yang memisahkan air murni dari larutan zat pewarna dalam air. Anggaplah bahwa membran ini permeabel terhadap molekul pewarna tersebut. Setiap molekul pewarna akan mengembara secara acak, tetapi akan terdapat gerak netto(selisih) molekul pewarna melintasi membran ke sisi yang semula adalah air murni. Penyebaran zat pewarna melintasi membran akan berlanjut hingga kedua larutan memiliki konsentrasi pewarna yang sama. Begitu titik itu tercapai, akan terdapat kesetimbangan dinamik, yaitu molekul pewarna yang melintasi membran dalam satu arah jumlahnya sebanyak molekul pewarna yang melintasi membran dalam arah sebaliknya, setiap detik.
Dalam ketiadaan gaya-gaya lain, suatu substansi akan berdifusi dari tempat yang konsentrasinya tinggi ke tempat yang konsentrasinya lebih rendah. Dengan kata lain, setiap substansi akan berdifusi menuruni gradien konsentrasinya. Tidak ada kerja yang harus dilakukan untuk membuat hal ini terjadi; difusi merupakan proses spontan karena difusi itu menurunkan energi bebas. Ingat bahwa dalam setiap sistem terdapat suatu kecenderungan untuk meningkatnya entropi, atau ketidakteraturan. Difusi zat terlarut dalam air meningkatkan entropi dengan menghasilkan campuran yang lebih acak daripada ketika terdapat konsentrasi zat terlarut yang terlokalisir. Penting untuk diperhatikan bahwa setiap substansi berdifusi menuruni gradien konsentrasi substansi miliknya sendiri, yang tidak dipengaruhi oleh perbedaan konsentrasi substansi lain.
Banyak lalulintas melintasi membran terjadi dengan cara difusi. Apabila suatu substansi lebih tinggi konsentrasinya pada satu sisi membran daripada sisi lain, substansi tersebut cenderung berdifusi melintasi membran menuruni gradien konsentrasinya. Satu contoh penting ialah penyerapan oksigen oleh sel yang melakukan respirasi seluler. Oksigen terlarut berdifusi ke dalam sel melintasi membran plasmanya. Selama respirasi seluler mengonsumsi O2 yang masuk, difusi ke dalam sel akan berlanjut, karena gradien konsentrasi akan mendukung pergerakan molekul ke arah tersebut.
Difusi suatu substansi melintasi membran biologis disebut transpor pasif, karena sel tidak harus mengeluarkan energi untuk membuat hal itu terjadi. Gradien konsentrasi itu sendiri merupakan energi potensial dan mengarahkan difusi.akan tetapi, harus diingat bahwa membran itu permeabel selektif sehingga mempengaruhi laju difusi berbagai molekul. Suatu molekul yang berdifusi bebas melintasi sebagian besar membran ialah air, suatu kenyataan yang memiliki akibat penting bagi sel.

Osmosis merupakan transpor pasif
Dalam membandingkan dua larutan yang konsentrasi zat terlarutnya berbeda, larutan dengan konsentrasi zat terlarut yang lebih tinggi disebut sebagai hipertonik. Larutan dengan konsentrasi zal terlarut yang lebih rendah disebut sebagai hipertonik. Larutan-larutan dengan konsentrasi zat terlarut yang sama disebut sebagai isotonik.Difusi zat pelarut melintasi membran permeabel selektif merupakan suatu kasus khusus transpor pasif yang disebut osmosis. Arah osmosis ditentukan hanya oleh perbedaan konsentrasi zat terlarut total.

Bertahan hidupnya sel tergantung pada keseimbangan penyerapan dan pelepasan air

Keseimbangan air pada sel tanpa dinding
Jika suatu sel hewan dicelupkan ke dalam lingkungan yang isotonik terhadap sel tersebut, tidak akan ada selisih perpindahan air melintasi membran tersebut. Air mengalir melintasi membran, tetapi pada laju sama pada kedua arah. Dalam suatu lingkungan yang isotonik, volume sel hewan stabil. Sekarang kita pindahkan sel tersebut ke dalam larutan yang hipertonik terhadap sel tersebut. Sel ini akan kehilangan air yang berpindah ke lingkungannya, mengkerut, dan mungkin saja mati. Inilah salah satu alasan mengapa peningkatan salinitas (keasinan) danau dapat membunuh hewan di danau tersebut. Akan tetapi, sel hewan yang menyerap terlalu banyak air menghadapi bahaya yang sama seperti saat kehilangan air. Jika kita tempatkan sel tersebut dalam larutan yang hipotonik terhadap sel itu, air akan masuk lebih cepat daripada yang meninggalkannya, sel ini akan membengkak dan lisis (pecah) seperti balon yang etrus ditiup sampai melewati batas.
Sel tanpa dinding kaku tidak dapat menerima penyerapan atau pelepasan air yang berlebihan. Masalah keseimbangan air ini secara otomatis terselesaikan jika sel tersebut hidup dalam lingkungan yang isotonik. Air laut bersifat isotonik terhadap banyak invertebrata laut. Sel sebagian besar hewan terestrial dilingkupi oleh fluida ekstraseluler yang isotonik terhadap sel tersebut. Hewan dan organisme lain yang tidak memiliki dinding sel kaku yang hidup dalam lingkungan hipertonik atau hipotonik harus memiliki adaptasi khusus untuk osmoregulasi, yaitu kontrol keseimbangan air.

Keseimbangan air pada sel berdinding
Sel tumbuhan, prokariota, fungi, dan sejumlah protista memiliki dinding. Apabila sel seperti ini berada dalam larutan hipotonik, dindingnya akan membantu mempertahankan keseimbangan air sel tersebut. Perhatikan sel tumbuhan. Seperti sel hewan, sel tumbuhan ini membengkak ketika air masuk melalui osmosis. Akan tetapi, dindingnya yang lentur akan mengembang hanya sampai pada ukuran tertentu sebelum dinding ini mengerahkan tekanan balik pada sel yang melawan penyerapan air lebih lanjut. Pada saat ini, sel tersebut membengkak, yang merupakan keadaan yang sehat untuk sebagian besar se tumbuhan. Tumbuhan yang tidak berkayu, seperti sebagian besar tumbuhan rumahan, tergantung pada dukungan mekanis dari sel yang dijaga untuk tetap bengkak oleh larutan hipotonik sekelilingnya. Jika sel tumbuhan dan sekelilingnya isotonik, tidak ada kecenderungan bagi air untuk masuk dan selnya menjadi lembek, yang menyebabkan tumbuhan menjadi layu. Di lain pihak, dinding tidak mendapatkan keuntungan apapun jika selnya dicelupkan ke dalam lingkungan hipertonik. Dalam kasus ini, sel tumbuhan, seperti sel hewan, akan kehilangan air yang berpindah ke sekelilingnya dan akan mengerut. Begitu sel ini berkerut, membran plasmanya tertarik menjauhi dindingnya. Fenomena ini yang disebut plasmolisis, biasanya menyebabkan tumbuhan mati. Sel dinding bakteri dan fungi juga berplasmolisis dalam lingkungan hipertonik.

Protein spesifik mempermudah transpor pasif zat terlarut terseleksi
Banyak molekul dan ion polar yang ditahan oleh bilayer lipid membran berdifusi dengan bantuan protein transpor yang membentangi membran tersebut. Fenomena ini disebut difusi yang dipermudah (facilitated diffusion).
Protein transpor memiliki banyak sifat enzim. Persis seperti enzim yang bersifat spesifik untuk substratnya, protein transpor dispesialisasikan untuk zat terlarut yang diangkutnya dan bahkan mungkin memiliki tempat pengikatan spesifik yang bertalian erat dengan tempat aktif suatu enzim. Seperti enzim, protein transpor dapat dijenuhkan. Terdapat begitu banyak molekul dari setiap jenis protein transpor yang telah ada di dalam membran plasma, dan apabila molekul-molekul ini sedang mentranslokasikan zat yang diangkutnya secepat kemampuannya, transpor akan terjadi pada laju maksimum. Seperti juga halnya enzim, protein transpor dapat dihambat oleh molekul yang menyerupai “substrat” normal. Ini terjadi apabila si peniru bersaing dengan zat terlarut yang normalnya ditranspor dengan cara terikat ke protein transpor. Akan tetapi, tidak seperti enzim, protein transpor biasanya tidak mrngkatalisis reaksi kimiawi. Fungsinya ialah mengkatalisis proses fisik.
Dalam banyak kasus, protein kemungkinan mengalami perubahan bentuk yang samar, yang mentranslokasikan tempat pengikatan zat terlarut dari satu sisi membran ke yang lain. Perubahan bentuk ini dapat dipicu oleh pengikatan dan pelepasan molekul yang ditranspor. Protein transpor lain hanyalah memberikan koridor selektif yang memungkinkan suatu zat terlarut tertentu dapat melintasi membran ini. Sebagian protein ini berfungsi sebagai saluran bergerbang; suatu rangsangan menyebabkannya membuka atau menutup. Rangsangan itu dapat bersifat listrik atau kimiawi;jika bersifat kimiawi, rangsangan itu berupa substansi selain substansi yang sedang ditranspor.

Transpor aktif
Transpor aktif merupakan faktor utama yang menentukan kemampuan suatu sel untuk mempertahankan konsentrasi internal molekul kecil yang berbeda dari konsentrasi lingkungannya. Oleh karena itu, ia memerlukan tenaga (yang terdiri daripada Adenosine Trifosfat atau ‘ATP’) untuk menggerakkan bahan-bahan melalui membran plasma. Umumnya, bahan-bahan ini terdiri daripada molekul-molekul berukuran besar seperti protein-protein tertentu dan mikroorganisme. Bahan-bahan ini bergerak melintasi membran sel melalui salah satu dari 2 bentuk utama transpor aktif,yaitu endositosis, atau eksositosis.
Transpor aktif merupakan pemompaan zat terlarut melawan gradiennya
Disamping membantu protein transpor, difusi yang dipermudah masih dianggap transpor pasif karena zat terlarutnya berpindah menuruni gradien konsentrasinya. Difusi yang dipermudah mempercepat transpor zat terlarut dengan memberikan lintasan melalui membrane yang efisien, tetapi tidak mengubah arah transpornya. Akan tetapi, sebagian protein transpor dapat memindahkan zat terlarut melawan gradien konsentrasinya, melintasi membran plasma dari satu sisi yang konsentrasi zat terlarutnya kurang ke sisi yang konsentrasi zat terlarutnya lebih tinggi. Transpor ini bersifat “naik bukit” dan sehingga membutuhkan kerja. Untuk memompa molekul melintasi membran melawan gradiennya, sel yang bersangkutan haruslah mengorbankan energi metabolismenya. Oleh karena itu lalulintas membran seperti ini disebut transpor aktif.
Transpor aktif merupakan faktor utama yang menentukan kemampuan suatu sel untuk mempertahankan konsentrasi internal molekul kecil yang berbeda dari konsentrasi lingkungannya.
Kerja transpor aktif dilakukan oleh protein spesifik yang tertanam dalam membran. Seperti pada jenis kerja seluler lainnya, ATP menyediakan energi untuk sebagian besar transpor aktif. Salah satu cara bagi ATP untuk dapat menggerakkan transpor aktif ialah dengan cara mentransfer gula fosfat terminalnya langsung ke protein transpor. Hal ini dapat menginduksi protein untuk mengubah konformasinya dalm suatu cara yang bisa mentranslokasikan suatu zat terlarut yang terikat pada protein ini melintasi membrannya. Satu system transpor yang bekerja seperti ini ialah pompa natrium – kalium, yang mempertukarkan natrium dan kalium melintasi membran plasma sel hewan.

Beberapa pompa ion membangkitkan tegangan melintasi membran
Semua sel memiliki tegangan melintasi membran plasmanya. Tegangan ialah potensial listrik (pemisahan muatan yang berlawanan). Sitoplasma sel bermuatan negatif dibandingkan dengan fluida ekstraseluler disebabkan oleh distribusi anion dan kation pada sisi membran yang berlawanan yang tidak sama. Tegangan melintasi suatu membran, yang disebut potensial membran, berkisar dari sekitar -50 hingga -200 minivolt.
Potensial membran bertindak seperti baterai, suatu sumber energi yang mempengaruhi lalulintas semua substansi bermuatan yang melintasi membran. Karena di dalam sel itu negatif dibandingkan dengan di luarnya, potensial membran ini mendukung transpor pasif kation ke dalam sel dan anion ke luar sel. Dengan demikian, dua gaya menggerakkan difusi ion melintasi suatu membran;gaya kimiawi dan gaya listrik. Kombinasi gaya yang bekerja pada satu ion ini disebut gradien elektrokimiawi. Suatu ion tidak begitu saja berdifusi menuruni gradien konsentrasinya, tetapi berdifusi menuruni gradien elektrokimiawinya. Misalnya, konsentrasi ion natrium (Na+) di dalam sel saraf yang diam jauh lebih rendah daripada di luarnya. Apabila sel ini dirangsang, saluran bergerbang yang mempermudah difusi Na+ akan terbuka. Ion natrium kemudian “jatuh” menuruni gradien elektrokimiawinya, yang digerakkan oleh gradien konsentrasi Na+ dan oleh tarikan kation ke sisi negatif membran.
Beberapa protein membran yang secara aktif mentranspor ion ikut menentukan potensial membran ini. Misalnya ialah pompa natrium-kalium. Pompa ini tidak mentranslokasikan Na+ dan K+ satu lawan satu, tetapi sebenarnya memompa tiga ion natrium keluar sel untuk setiap dua ion kalium yang dipompakannya ke dalam sel tersebut. Dengan setiap langkah pompanya, terdapat selisih perpindahan satu muatan positif dari sitoplasma ke fluida ekstraseluler, suatu proses yang menyimpan energi dalam bentuk tegangan. Protein transpor yang membangkitkan tegangan melintasi suatu membran disebut pompa elektrogenik. Pompa natrium-kalium tampaknya merupakan pompa elektrogenik utama sel hewan. Pompa elektrogenik utama tumbuhan, bakteri, dan fungi ialah pompa proton, yang secara aktif mentraspor ion hydrogen (proton) ke luar sel. Pemompaan H+ mentransfer muatan positif dari sitoplasma ke larutan ekstraseluler.
Dengan membangkitkan tegangan melintasi membran, pompa elektrogenik menyimpan energi yang dapat digunakan untuk kerja seluler, termasuk jenis lalulintas membran yang disebut kotranspor.

Dalam kotranspor, protein membran mengkopel transport suatu zat terlarut dengan zat terlarut lainnya.

Pompa bertenaga ATP tunggal yang mentranspor zat terlarut spesifik dapat menggerakkan transport aktif beberapa zat terlarut lain secara tidak langsung dalam suatu mekanisme yang disebut kotranspor. Substansi yang telah dipompakan melintasi membran dapat melakukan kerja begitu substasi tersebut mengalir kembali melalui difusi, analog dengan air yang telah dipompakan ke atas dan melakukan kerja ketika air tersebut mengalir kembali ke bawah.protein transport khusus lain, yang terpisah dari pompanya, dapat mengkopel difusi “turun bukit” substansi ini ke transport “naik bukit” substansi kedua melawan gradien konsentrasinya sendiri.
Eksositosis dan endositosis mentranspor molekul besar

Air dan zat terlarut memasuki dan meninggalkan sel dengan melintasi bilayer lipid membran plasma, atau dengan dipompakan atau diangkut melintasi membran oleh protein transpor. Molekul besar seperti protein dan polisakarida, umumnya melintasi membran dengan mekanisme yang berbeda yang melibatkan vasikula. Sel mensekresi makromolekul dengan cara menggabungkan vasikula dengan membran plasma, ini disebut eksositosis. Vesikula transpor yang lepas dari aparatus golgi dipindahkan oleh sitoskeleton ke membran plasma. Ketika membran vesikula dan membran plasma bertemu, molekul lipid kedua bilayer menyusun ulang dirinya sendiri sehingga kedua membran bergabung. Kandungan vesikulanya kemudian tumpah ke luar sel.
Pada endositosis, sel memasukkan makromolekul dan materi yang sangat kecil dengan cara mambentuk vesikula baru dari membran plasma. Sebagian kecil luas membran plasma terbenam ke dalam membentuk kantong. Begitu kantong ini semakin dalam, kantong ini terjepit, membentuk vesikula yang berisi materi yang telah terdapat di luar selnya.
Terdapat tiga jenis endositosis : fagositosis (pemakanan seluler (cellular eating)), pinositosis (peminuman seluler (cellular drinking)), dan endositosis yang diperantarai reseptor.
Pada fagositosis, sel menelan suatu partikel dengan pseudopod yang membalut di sekeliling partikel tersebut dan membungkusnya di dalam kantong yang berlapis-membran yang cukup besar untuk bias digolongkan sebagai vakuola. Partikel ini dicerna setelah vakuola bergabung dengan lisosom yang mengandung enzim hidrolitik. Pada pinositosis, sel “meneguk” tetesan fluida ekstraseluler dalam vesikula kecil. Karena salah satu atau seluruh zat terlarut yang larut dalam tetesan tersebut dimasukkan ke dalam sel, pinositosis tidak bersifat spesifik dalam substansi yang ditranspornya. Sebaliknya, endositosis yang diperantarai reseptor sangat spesifik. Yang tertanam dalam membran adalah protein dengan tempat reseptor spesifik yang dipaparkan ke fluida ekstraseluler. Ekstraseluler yang terikat pada reseptor disebut ligan, suatu istilah umum untuk setiap molekul yang terikat khususnya pada tempat reseptor molekul lain. Protein reseptor biasanya mengelompok dalam daerah membran yang disebut membran terlapisi, yang sisi sitoplasmiknya dilapisi oleh lapisan protein samara. Protein pelapis ini mungkin membantu memperdalam lubang dan membentuk vesikula.
Endositosis yang diperantarai reseptor memungkinkan sel dapat memperoleh substansi spesifik dalam jumlah yang melimpah, sekalipun substansi iu mungkin saja konsentrasinya tidak tinggi dalam fluida ekstraseluler.
Vesikula tidak saja mentranspor substansi antara sel dan sekelilingnya, vesikula ini juga memberikan suatu mekanisme untuk memudakan dan membentuk kembali membran plasma. Endositosis dan eksositosis terjadi secara kontinu hingga ke tingkat tertentu dalam sebagian besar sel eukariotik, namun jumlah membran plasma dalam sel yang tidak tumbuh agak konstan dalam waktu lama. Agaknya, penembahan membrane oleh satu proses mengimbangi kehilangan membran oleh proses yang lain.
Pinositosis ialah pergerakan yang membawa masuk bahan cairan, khususnya cairan ekstraseluler. Mula-mula sekali, membran plasma akan membentuk lekukan pada suatu kawasan di lapisan membran. Lekukan ini menjadi semakin mendalam, dan akhirnya lekukan tersebut akan membentuk vesikel yang mengandungi cairan. Melalui vesikel inilah cairan ekstrseluler dibawa masuk ke dalam sel.

FOTOSINTESIS

FOTOSINTESIS

Fotosintesis adalah suatu proses biokimia yang dilakukan tumbuhan, alga, dan beberapa jenis bakteri untuk memproduksi energi terpakai (nutrisi) dengan memanfaatkan energi cahaya. Hampir semua makhluk hidup bergantung dari energi yang dihasilkan dalam fotosintesis. Akibatnya fotosintesis menjadi sangat penting bagi kehidupan di bumi. Fotosintesis juga berjasa menghasilkan sebagian besar oksigen yang terdapat di atmosfer bumi. Organisme yang menghasilkan energi melalui fotosintesis (photos berarti cahaya) disebut sebagai fototrof.

Daun, tempat berlangsungnya fotosintesis pada tumbuhan
Fotosintesis merupakan salah satu cara asimilasi karbon karena dalam fotosintesis karbon bebas dari CO2 diikat (difiksasi) menjadi gula sebagai molekul penyimpan energi. Cara lain yang ditempuh organisme untuk mengasimilasi karbon adalah melalui kemosintesis, yang dilakukan oleh sejumlah bakteri belerang.
Fotosintesis pada tumbuhan
Tumbuhan bersifat autotrof.
Autotrof artinya dapat mensintesis makanan langsung. dari senyawa anorganik. Tumbuhan menggunakan karbon dioksida dan air untuk menghasilkan gula dan oksigen yang diperlukan sebagai makanannya. Energi untuk menjalankan proses ini berasal dari fotosintesis.
Perhatikan persamaan reaksi yang menghasilkan glukosa berikut ini:
6H2O + 6CO2 + cahaya → C6H12O6 (glukosa) + 6O2
Glukosa dapat digunakan untuk membentuk senyawa organik lain seperti selulosa
dan dapat pula digunakan sebagai bahan bakar. Proses ini berlangsung melalui respirasi seluler yang terjadi baik pada hewan maupun tumbuhan. Secara umum reaksi yang terjadi pada respirasi seluler berkebalikan dengan persamaan di atas. Pada respirasi, gula (glukosa) dan senyawa lain akan bereaksi dengan oksigen untuk menghasilkan karbon dioksida, air, dan energi kimia. Tumbuhan menangkap cahaya menggunakan pigmen yang disebut klorofil. Pigmen inilah yang memberi warna hijau pada tumbuhan. Klorofil terdapat dalam organel yang disebut kloroplas. klorofil menyerap cahaya yang akan digunakan dalam fotosintesis. Meskipun seluruh bagian tubuh tumbuhan yang berwarna hijau mengandung kloroplas, namun sebagian besar energi dihasilkan di daun. Di dalam
daun terdapat lapisan sel yang disebut mesofil yang mengandung setengah juta kloroplas setiap milimeter perseginya. Cahaya akan melewati lapisan epidermis tanpa warna dan yang transparan, menuju mesofil, tempat terjadinya sebagian besar proses fotosintesis. Permukaan daun biasanya dilapisi oleh kutikula dari lilin yang bersifat anti air untuk mencegah terjadinya penyerapan sinar matahari ataupun penguapan air yang berlebihan.
Fotosintesis pada alga dan bakteri
Alga terdiri dari alga multiseluler seperti ganggang hingga alga mikroskopik yang hanya terdiri dari satu sel. Meskipun alga tidak memiliki struktur sekompleks tumbuhan darat, fotosintesis pada keduanya terjadi dengan cara yang sama. Hanya saja karena alga memiliki berbagai jenis pigmen dalam kloroplasnya, maka panjang gelombang cahaya yang diserapnya pun lebih bervariasi. Semua alga menghasilkan oksigen dan kebanyakan bersifat autotrof. Hanya sebagian kecil
saja yang bersifat heterotrof yang berarti bergantung pada materi yang dihasilkan oleh organisme lain.
Proses fotosintesis
Hingga sekarang fotosintesis masih terus dipelajari karena masih ada sejumlah tahap yang belum bisa dijelaskan, meskipun sudah sangat banyak yang diketahui tentang proses vital ini. Proses fotosintesis sangat kompleks karena melibatkan semua cabang ilmu pengetahuan alam utama, seperti fisika, kimia, maupun biologi sendiri. Pada tumbuhan, organ utama tempat berlangsungnya fotosintesis adalah daun. Namun secara umum, semua sel yang memiliki kloroplas berpotensi untuk melangsungkan reaksi ini. Di organel inilah tempat berlangsungnya fotosintesis, tepatnya pada bagian stroma. Hasil fotosintesis (disebut fotosintat) biasanya dikirim ke jaringan-jaringan terdekat terlebih dahulu. Pada dasarnya, rangkaian reaksi fotosintesis dapat dibagi menjadi dua bagian utama: reaksi terang (karena memerlukan cahaya) dan reaksi gelap (tidak memerlukan cahaya tetapi memerlukan karbon dioksida).
Reaksi terang
Tahap pertama dari sistem fotosintesis adalah reaksi terang, yang sangat bergantung kepada ketersediaan sinar matahari. Reaksi terang merupakan penggerak bagi reaksi pengikatan CO2 dari udara. Reaksi ini melibatkan beberapa kompleks protein dari membran tilakoid yang terdiri dari sistem cahaya (fotosistem I dan II), sistem pembawa elektron, dan komplek protein pembentuk ATP (enzim ATP sintase). Reaksi terang mengubah energi cahaya menjadi energi kimia, juga menghasilkan oksigen dan mengubah ADP dan NADP+ menjadi energi pembawa ATP dan NADPH.
Reaksi terang terjadi di tilakoid, yaitu struktur cakram yang terbentuk dari pelipatan membran dalam kloroplas. Membran tilakoid menangkap energi cahaya dan mengubahnya menjadi energi kimia. Jika ada bertumpuk-tumpuk tilakoid, maka disebut grana.
Secara ringkas, reaksi terang pada fotosintesis ini terbagi menjadi dua, yaitu fosforilasi siklik dan fosforilasi nonsiklik. Fosforilasi adalah reaksi penambahan gugus fosfat kepada senyawa organik untuk membentuk senyawa fosfat organik. Pada reaksi terang, karena dibantu oleh cahaya, fosforilasi ini disebut juga fotofosforilasi.

Fotofosforilasi Siklik
Reaksi fotofosforilasi siklik adalah reaksi yang hanya melibatkan satu fotosistem, yaitu fotosistem I. Dalam fotofosforilasi siklik, pergerakan elektron dimulai dari fotosistem I dan berakhir di fotosistem I.
Pertama, energi cahaya, yang dihasilkan oleh matahari, membuat elektron-elektron di P700 tereksitasi (menjadi aktif karena rangsangan dari luar), dan keluar menuju akseptor elektron primer kemudian menuju rantai transpor elektron. Karena P700 mentransfer elektronnya ke akseptor elektron, P700 mengalami defisiensi elektron dan tidak dapat melaksanakan fungsinya. Selama perpindahan elektron dari akseptor satu ke akseptor lain, selalu terjadi transformasi hidrogen bersama-sama elektron. Rantai transpor ini menghasilkan gaya penggerak proton, yang memompa ion H+ melewati membran, yang kemudian menghasilkan gradien konsentrasi yang dapat digunakan untuk menggerakkan sintase ATP selama kemiosmosis, yang kemudian menghasilkan ATP. Dari rantai transpor, elektron kembali ke fotosistem I. Dengan kembalinya elektron ke fotosistem I, maka fotosistem I dapat kembali melaksanakan fungsinya. Fotofosforilasi siklik terjadi pada beberapa bakteri, dan juga terjadi pada semua organisme fotoautotrof.
Fotofosforilasi Nonsiklik
Reaksi fotofosforilasi nonsiklik adalah reaksi dua tahap yang melibatkan dua fotosistem klorofil yang berbeda, yaitu fotosistem I dan II. Dalam fotofosforilasi nonsiklik, pergerakan elektron dimulai di fotosistem II, tetapi elektron tidak kembali lagi ke fotosistem II.
Mula-mula, molekul air diurai menjadi 2H+ + 1/2O2 + 2e-. Dua elektron dari molekul air tersimpan di fotosistem II, sementara ion H+ akan digunakan pada reaksi yang lain dan O2 akan dilepaskan ke udara bebas. Karena tersinari oleh cahaya matahari, dua elektron yang ada di P680 menjadi tereksitasi dan keluar menuju akseptor elektron primer. Setelah terjadi transfer elektron, P680 menjadi defisiensi elektron, tetapi dapat cepat dipulihkan berkat elektron dari hasil penguraian air tadi. Setelah itu mereka bergerak lagi ke rantai transpor elektron, yang membawa mereka melewati pheophytin, plastoquinon, komplek sitokrom b6f, plastosianin, dan akhirnya sampai di fotosistem I, tepatnya di P700. Perjalanan elektron diatas disebut juga dengan “skema Z”. Sepanjang perjalanan di rantai transpor, dua elektron tersebut mengeluarkan energi untuk reaksi sintesis kemiosmotik ATP, yang kemudian menghasilkan ATP. Sesampainya di fotosistem I, dua elektron tersebut mendapat pasokan tenaga yang cukup besar dari cahaya matahari. Kemudian elektron itu bergerak ke molekul akseptor, feredoksin, dan akhirnya sampai di ujung rantai transpor, dimana dua elektron tersebut telah ditunggu oleh NADP+ dan H+, yang berasal dari penguraian air. Dengan bantuan suatu enzim bernama Feredoksin-NADP reduktase, disingkat FNR, NADP+, H+, dan elektron tersebut menjalani suatu reaksi:
>> NADP+ + H+ + 2e- —> NADPH
NADPH, sebagai hasil reaksi diatas, akan digunakan dalam reaksi Calvin-Benson, atau reaksi gelap.
Fotofosforilasi siklik dan fotofosforilasi nonsiklik memiliki perbedaan yang mendasar, yaitu :
FOTOFOSFORILASI SIKLIK FOTOFOSFORILASI NONSIKLIK
Hanya melibatkan fotosistem I Melibatkan fotosistem I dan II
Menghasilkan ATP Menghasilkan ATP dan NADPH
Tidak terjadi fotolisis air Terjadi fotolisis air untuk menutupi kekurangan elektron pada fotosistem II
Reaksi gelap
ATP dan NADPH yang dihasilkan dalam proses fotosintesis memicu berbagai proses biokimia. Pada tumbuhan proses biokimia yang terpicu adalah siklus Calvin yang mengikat karbon dioksida untuk membentuk ribulosa (dan kemudian menjadi gula seperti glukosa). Reaksi ini disebut reaksi gelap karena tidak bergantung pada ada tidaknya cahaya sehingga dapat terjadi meskipun dalam keadaan gelap (tanpa cahaya).
Faktor penentu laju fotosintesis
Berikut adalah beberapa faktor utama yang menentukan laju fotosintesis:
1. Intensitas cahaya
Laju fotosintesis maksimum ketika banyak cahaya.
2. Konsentrasi karbon dioksida
Semakin banyak karbon dioksida di udara, makin banyak jumlah bahan yang dapt
digunakan tumbuhan untuk melangsungkan fotosintesis.
3. Suhu
Enzim-enzim yang bekerja dalam proses fotosintesis hanya dapat bekerja pada suhu optimalnya. Umumnya laju fotosintensis meningkat seiring dengan meningkatnya suhu hingga batas toleransi enzim.
4. Kadar air
Kekurangan air atau kekeringan menyebabkan stomata menutup, menghambat
penyerapan karbon dioksida sehingga mengurangi laju fotosintesis.
5. Kadar fotosintat (hasil fotosintesis)
Jika kadar fotosintat seperti karbohidrat berkurang, laju fotosintesis akan
naik. Bila kadar fotosintat bertambah atau bahkan sampai jenuh, laju fotosintesis akan berkurang.
6. Tahap pertumbuhan
Penelitian menunjukkan bahwa laju fotosintesis jauh lebih tinggi pada tumbuhan yang sedang berkecambah ketimbang tumbuhan dewasa. Hal ini mungkin dikarenakan tumbuhan berkecambah memerlukan lebih banyak energi dan makanan untuk tumbuh.
Penemuan
Meskipun masih ada langkah-langkah dalam fotosintesis yang belum dipahami, persamaan umum fotosintesis telah diketahui sejak tahun 1800-an.
Pada awal tahun 1600-an, seorang dokter dan ahli kimia, Jan van Helmont, seorang Flandria (sekarang bagian dari Belgia), melakukan percobaan untuk mengetahui faktor apa yang menyebabkan massa tumbuhan bertambah dari waktu ke waktu. Dari penelitiannya, Helmont menyimpulkan bahwa massa tumbuhan bertambah hanya karena pemberian air. Tapi pada tahun 1720, ahli botani Inggris, Stephen Hales berhipotesis bahwa pasti ada faktor lain selain air yang berperan. Ia berpendapat faktor itu adalah udara. Joseph Priestley, seorang ahli kimia dan pendeta, menemukan bahwa ketika ia
menutup sebuah lilin menyala dengan sebuah toples terbalik, nyalanya akan mati sebelum lilinnya habis terbakar. Ia kemudian menemukan bila ia meletakkan tikus dalam toples terbalik bersama lilin, tikus itu akan mati lemas. Dari kedua percobaan itu, Priestley menyimpulkan bahwa nyala lilin telah “merusak” udara dalam toples itu dan menyebabkan matinya tikus. Ia kemudian menunjukkan bahwa udara yang telah “dirusak” oleh lilin tersebut dapat “dipulihkan” oleh tumbuhan. Ia juga menunjukkan bahwa tikus dapat tetap hidup dalam toples tertutup asalkan di dalamnya juga terdapat tumbuhan.
Pada tahun 1778, Jan Ingenhousz, dokter kerajaan Austria, mengulangi eksperimen Priestley. Ia menemukan bahwa cahaya matahari berpengaruh pada tumbuhan sehingga dapat “memulihkan” udara yang “rusak”.
Akhirnya di tahun 1796, Jean Senebier, seorang pastor Perancis, menunjukkan bahwa udara yang “dipulihkan” dan “merusak” itu adalah karbon dioksida yang diserap oleh tumbuhan dalam fotosintesis. Tidak lama kemudian, Theodore de Saussure berhasil menunjukkan hubungan antara hipotesis Stephen Hale dengan percobaan-percobaan “pemulihan” udara. Ia menemukan bahwa peningkatan massa tumbuhan bukan hanya karena penyerapan karbon dioksida, tetapi juga oleh pemberian air. Melalui serangkaian eksperimen inilah akhirnya para ahli berhasil menggambarkan persamaan umum dari fotosintesis yang menghasilkan makanan (seperti glukosa).

METABOLISME SEL

B. METABOLISME SEL
Didalam setiap sel hidup terjadi proses metabolisme. Salah satu proses tersebut adalah katabolisme. Katabolisme disebut pula disimilasi, karena dalam proses ini energy yang tersimpan ditimbulkan kembali atau dibongkar untuk menyelenggarakan proses – proses kehidupan
Respirasi sel berlangsung didalam mitokondria melalui proses glikolisis, yakni proses pengubahan atom C6 menjadi C3. Dilanjutkan dengan proses dekarboksilasi oksidatif yang mengubah senyawa C3 menjadi senyawa C2 dan C1 (CO2). Kemudian daur krebs mengubah senyawa C2 menjadi senyawa C1(CO2¬).
Pada setiap tingkatan ini dihasilkan energy berupa ATP (adenosine Tri Phosphat) dan Hidrogen . hydrogen yang berenergi bergabung dengan akseptor hydrogen untuk dibawa ke transfer electron; energynya dilepaskan dan hydrogen diterima oleh O2 menjadi H2O .
Didalam proses respirasi dihasilkan senyawa antara CO2 yang merupakan bahan dasarproses anabolisme.
Didalam proses respirasi sel bahan bakarnya adalah gula heksosa. Pembakaran tersebut memerlukan oksigen bebas, sehingga reaksi keseluruhan dapat ditukis sebagai berikut:
C6h12O6 + 6 CO2 ---------------- 6 CO2 + 6H2O + 675 kal
Dalam respirasi aerob. Gula heksosa mengalami pembongkaran dengan proses yang sangat panjang. Pertamakali glukosa sebagai bahan dasar mengalami fosfolarisasi, yaitu proses penambahan fosfat kepada molekul – molekul glukosa hingga menjadi fruktosa -1, 6 – difosfat. Pada fosforilasi , ATP dan ADP memgang peranan penting sebagai pengisi fosfat.
Adapun pengubahan fruktosa – 1 , 6 – dipospat hingga akhirnya menjadi CO2 dan H2O dapat dibagi menjadi empat tahap , yaitu glikolisis, reaksi antara (dekarboksilasi oksidatif), siklus krebs, dan transfer electron.

1. Glikolisis
Adalah rangkaian reaksi pengubahan molekul glukosa menjadi asam piruvat dengan menghasilkan NADH dan ATP.
Sifat – sifat glikolisis ialah:
a. Dapat berlangsung secara aerob maupun anaerob
b. Dalam glikolisis terdapat kegiatan enzimatis dan AdenosineTrifosfat (ATP) serta Adenosine Difosfat (ADP)
c. ADP dan ATP berperan dalam pemindahan fosfat dari molekul satu ke molekul lainnya.



Gambar 1. Skema proses Glikolisis

Glukosa sebagai substrat dalam respirasi aerob (maupun anaerob) diperoleh dari hasil fotosintesis.diawali dengan penambahan satu fosfat oleh ATPO terhadap glukosa, sehingga terbentuk glukosa – 6 fosfat dan ATP menyusut menjadi ADP . peristiwa ini disebut fosfolirasi yang berlangsung dengan bantuan enzim heksokinase dan ion Mg++ hasil akhir dari fosfolirasi berupa fruktosa-1, 6-difosfat dan dari sinilah dimulai glikolisis.
Glikolisis dimulai dari perubahan fruktosa -1, 6-difosfat yang memiliki 6 buah atom C diubah menjadi 3-difosfogliseral-dehida (dengan 3 buah atom C) dan dihidroksi-aseton-fosfat. Pembongkaran ini dibantu oleh enzim aldolase.
Dihidroksi aseton fosfat kemudian menjadi 3- fosfogliseraldehida juga dengan pertolongan enzim fosfitriosaisomerase.
Selanjutnya fosfogliseraldehida bersebyawa dengan suatu asam fosfat (H3PO4) dan berubah menjadi 1,3 –disfosfogliseraldehida.
1,3 – difosfogliseraldehida berubah menjadi asam 1,3 –difosfogliserat dengan bantuan enzimdehidrogenase. Peristiwa ini terjadi karena adanya penambahan H2.
Dengan bantuan enzim transfosforilase fosfogliserat serta ion – ion Mg++, asam 1,3-difosfogliserat kehilangan satu fosfat sehingga berubah menjadi asam – 3 – fosfogliserat.
Selanjutnya asam – 3 – fosfogliserat menjadi asam – 2 – fosfogliserat karena pengaruh enzim fosfogliseromutase.
Dengan pertolongan enzim enolase dan ion – ion Mg++, maka asam- 2-fosfofogliserat melepaskan H2O dan menjadi asam -2-fosfoenolpiruvat.
Perubahan terakhir dalam glikolisisadalah pelepasan satu fosfat dari asam-2-fosfoenolpiruvat menjadi asam piruvat. Enzim transfosforilase fosfopiruvat dan ion – ion Mg++ membantu proses ini sedang ADP meningkat menjadi ATP.

2. Reaksi Antara
Setelah glikolisis terjadi reaksi antara. (dekarboksilasi oksidatif), yaitu pengubahan asam piruvat menjadi 2 asetil KoA sambil menghasilkan CO2 dan 2NADH2 yang reaksinya adalah :

2 NAD 2NADH2
2(C3H4O3) 2 (C3H3O) – KoA + 2CO2
Piruvat Asetil KoA
Perubahan asam piruvat menjadi asetil KoA merupakan persimpangan jalan untuk menuju berbagai biosintesis yang lain. Asetil KoA yang terbentuk kemudian memasuki siklus krebs

3. Siklus Krebs ( Siklus Asam Sitrat)
Pada siklus krebs ini (terjadi dimatriks mitokondria) asetil KoA diubah menjadi KoA. Asetil KoA bergabung dengan asam oksaloasetat membentuk asam sitrat. KoA dilepaskan sehingga memungkinkan untuk mengambil fragmen 2C lain dari asam piruvat.

 SIKLUS KREBS


Gambar 2. Siklus Krebs
Pembentukan asam sitrat terjadi diawal siklus krebs , sementara itu sisa dua karbon dari glukosa dilepaskan sebagai CO2.
Selama terjadi pembentukan – pembentukan , energy yang dibutuhkan dilepaskan untuk menggabungkan fosfat denga ADP membentuk molekul ATP.
Pada siklus krebs , pemecahan rantai karbon pada glukosa selesai, Jadi, sebagai hasil dari glikoslisis , reaksi antara dan siklus krebs adalah pemecahan satu molekul glukosa 6 karbon menjadi 6 molekul 1 karbon, selain itu juga dihasilkan 2 molekul ATP dari glikolisis dan 2 ATP lagi dari siklus krebs.
Perlu diingat bahwa tiap – tiap proses melepaskan atom hydrogen yang ditranspor ke sistem transport electron oleh molekul pembawa .

4. Sistem transport electron
Pada sistem transpor electron berlangsung pengepakan energy dari glukosa menjadi ATP.
Reaksi ini terjadi didalam membaran dalam mitokondria, hydrogen dari siklus krebs yang tergabung dalam FADH2dan NADH diubah menjadi elektorn dan proton.
Pada sistem transport electron ini, oksigen adalah akseptor electron yang terakhir , setelah menerima electron , O2 akan bereaksi dengan H+ membentuk H2O. pada sistem ini dihasilkan 34 ATP.
Jadi total ATP yang dihasilkan dari respirasi seluler adalah sebagai berikut:
Secara tidak langsung secara Lewat sistem transport elektron langsung
Glikolisis 2 NADH2 = 6 ATP 2 ATP
Reaksi antara 2 NADH2 = 6 ATP
Siklus Krebs 6 NADH2 = 18 ATP 2 ATP

2 FADH2 = 4 ATP
------------------------------------ ------------------
34 ATP 4 ATP

5. Respirasi Aerob dan Anaerob
Respirasi aerob adalah suatu proses pernapasan yang membutuhkan iksigen dari udara.
Ada beberapa tumbuhan yang kegiatan respirasinya menurun bila konsentrasi oksigen di udara dibawah normal, misalnya bayam, wortel dan bebrapa tumbuhan lainnya.
Respirasi anaerob dapat pula disebut fermentasi atau respirasi intramolekul. Tujuan fermentasi sama dengan respirasi aerob, yaitu mendapatkan energy. Hanya saja energi yang dihasilkan jauh lebih sedikit dari respirasi aerob.
Perhatikan reaksi dibawah ini!
Respirasi aerob :
C6H12O6 ---- 6 CO2 + 6 H2O + 675 kal + 38 ATP
Respiasi anaerob:
C6H12O6 ------ 2 C2H5OH + 2CO2 + 21 kal + 2 ATP
Pernapasan anaerob dapat berlangsung didalam udara bebas, tetapi proses ini tidak menggunakan O2 yang disediakan di udara. Fermentasi sering pula disebut sebagai peragian alcohol atau alkoholisasi.
Pada respirasi aerob maupun anaerob, asam piruvat hasil proses glikolisis merupakan substrat.

Perhatikan skema dibawah ini !


Gambar 3. Respirasi aerob dan respirasi anaerob

a) Asam piruvat dalam respirasi anaerob


Gambar 4. Asam piruvat dalam respirasi anaerob

b) Asam piruvat dalam respirasi aerob
Pembongkaran sempurna terjadi pada oksidasi asam piruvat dalam respirasu aerob.
Dari proses ini dihasilkan CO2 dan H2O serta energy yang lebih banyak .

2. FOTOSINTESIS
Fotosintesis adalah suatu proses biokimia yang dilakukan tumbuhan, alga, dan beberapa jenis bakteri untuk memproduksi energi terpakai (nutrisi) dengan memanfaatkan energi cahaya. Hampir semua makhluk hidup bergantung dari energi yang dihasilkan dalam fotosintesis. Akibatnya fotosintesis menjadi sangat penting bagi kehidupan di bumi. Fotosintesis juga berjasa menghasilkan sebagian besar oksigen yang terdapat di atmosfer bumi. Organisme yang menghasilkan energi melalui fotosintesis (photos berarti cahaya) disebut sebagai fototrof. Fotosintesis merupakan salah satu cara asimilasi karbon karena dalam fotosintesis karbon bebas dari CO2 diikat (difiksasi) menjadi gula sebagai molekul penyimpan energi. Cara lain yang ditempuh organisme untuk mengasimilasi karbon adalah melalui kemosintesis, yang dilakukan oleh sejumlah bakteri belerang.






GAMBAR 1. PROSES FOTOSINTESIS



 Fotosintesis pada tumbuhan
Tumbuhan bersifat autotrof. Autotrof artinya dapat mensintesis makanan langsung. dari senyawa anorganik. Tumbuhan menggunakan karbon dioksida dan air untuk menghasilkan gula dan oksigen yang diperlukan sebagai makanannya. Energi untuk menjalankan proses ini berasal dari fotosintesis. Perhatikan persamaan reaksi yang menghasilkan glukosa berikut ini:

6H2O + 6CO2 + cahaya → C6H12O6 (glukosa) + 6O2

Glukosa dapat digunakan untuk membentuk senyawa organik lain seperti selulosa dan dapat pula digunakan sebagai bahan bakar. Proses ini berlangsung melalui respirasi seluler yang terjadi baik pada hewan maupun tumbuhan. Secara umum reaksi yang terjadi pada respirasi seluler berkebalikan dengan persamaan di atas. Pada respirasi, gula (glukosa) dan senyawa lain akan bereaksi dengan oksigen untuk menghasilkan karbon dioksida, air, dan energi kimia.
Tumbuhan menangkap cahaya menggunakan pigmen yang disebut klorofil. Pigmen inilah yang memberi warna hijau pada tumbuhan. Klorofil terdapat dalam organel yang disebut kloroplas. klorofil menyerap cahaya yang akan digunakan dalam fotosintesis. Meskipun seluruh bagian tubuh tumbuhan yang berwarna hijau mengandung kloroplas, namun sebagian besar energi dihasilkan di daun. Di dalam daun terdapat lapisan sel yang disebut mesofil yang mengandung setengah juta kloroplas setiap milimeter perseginya. Cahaya akan melewati lapisan epidermis tanpa warna dan yang transparan, menuju mesofil, tempat terjadinya sebagian besar proses fotosintesis. Permukaan daun biasanya dilapisi oleh kutikula dari lilin yang bersifat anti air untuk mencegah terjadinya penyerapan sinar matahari ataupun penguapan air yang berlebihan.
 Proses fotosintesis
Hingga sekarang fotosintesis masih terus dipelajari karena masih ada sejumlah tahap yang belum bisa dijelaskan, meskipun sudah sangat banyak yang diketahui tentang proses vital ini. Proses fotosintesis sangat kompleks karena melibatkan semua cabang ilmu pengetahuan alam utama, seperti fisika, kimia, maupun biologi sendiri.
Pada tumbuhan, organ utama tempat berlangsungnya fotosintesis adalah daun. Namun secara umum, semua sel yang memiliki kloroplas berpotensi untuk melangsungkan reaksi ini. Di organel inilah tempat berlangsungnya fotosintesis, tepatnya pada bagian stroma. Hasil fotosintesis (disebut fotosintat) biasanya dikirim ke jaringan-jaringan terdekat terlebih dahulu.
Pada dasarnya, rangkaian reaksi fotosintesis dapat dibagi menjadi dua bagian utama: reaksi terang (karena memerlukan cahaya) dan reaksi gelap (tidak memerlukan cahaya tetapi memerlukan karbon dioksida).
 Reaksi terang
Reaksi terang adalah proses untuk menghasilkan ATP dan reduksi NADPH2. Reaksi ini memerlukan molekul air. Proses diawali dengan penangkapan foton oleh pigmen sebagai antena.
Pigmen klorofil menyerap lebih banyak cahaya terlihat pada warna biru (400-450 nanometer) dan merah (650-700 nanometer) dibandingkan hijau (500-600 nanometer). Cahaya hijau ini akan dipantulkan dan ditangkap oleh mata kita sehingga menimbulkan sensasi bahwa daun berwarna hijau. Fotosintesis akan menghasilkan lebih banyak energi pada gelombang cahaya dengan panjang tertentu. Hal ini karena panjang gelombang yang pendek menyimpan lebih banyak energi.
Di dalam daun, cahaya akan diserap oleh molekul klorofil untuk dikumpulkan pada pusat-pusat reaksi. Tumbuhan memiliki dua jenis pigmen yang berfungsi aktif sebagai pusat reaksi atau fotosistem yaitu fotosistem II dan fotosistem I. Fotosistem II terdiri dari molekul klorofil yang menyerap cahaya dengan panjang gelombang 680 nanometer, sedangkan fotosistem I 700 nanometer. Kedua fotosistem ini akan bekerja secara simultan dalam fotosintesis, seperti dua baterai dalam senter yang bekerja saling memperkuat.
Fotosintesis dimulai ketika cahaya mengionisasi molekul klorofil pada fotosistem II, membuatnya melepaskan elektron yang akan ditransfer sepanjang rantai transpor elektron. Energi dari elektron ini digunakan untuk fotofosforilasi yang menghasilkan ATP, satuan pertukaran energi dalam sel. Reaksi ini menyebabkan fotosistem II mengalami defisit atau kekurangan elektron yang harus segera diganti. Pada tumbuhan dan alga, kekurangan elektron ini dipenuhi oleh elektron dari hasil ionisasi air yang terjadi bersamaan dengan ionisasi klorofil. Hasil ionisasi air ini adalah elektron dan oksigen.
Oksigen dari proses fotosintesis hanya dihasilkan dari air, bukan dari karbon dioksida. Pendapat ini pertama kali diungkapkan oleh C.B. van Neil yang mempelajari bakteri fotosintetik pada tahun 1930-an. Bakteri fotosintetik, selain sianobakteri, menggunakan tidak menghasilkan oksigen karena menggunakan ionisasi sulfida atau hidrogen.
Pada saat yang sama dengan ionisasi fotosistem II, cahaya juga mengionisasi fotosistem I, melepaskan elektron yang ditransfer sepanjang rantai transpor elektron yang akhirnya mereduksi NADP menjadi NADPH.
 Reaksi gelap
ATP dan NADPH yang dihasilkan dalam proses fotosintesis memicu berbagai proses biokimia. Pada tumbuhan proses biokimia yang terpicu adalah siklus Calvin yang mengikat karbon dioksida untuk membentuk ribulosa (dan kemudian menjadi gula seperti glukosa). Reaksi ini disebut reaksi gelap karena tidak bergantung pada ada tidaknya cahaya sehingga dapat terjadi meskipun dalam keadaan gelap (tanpa cahaya).
 Faktor penentu laju fotosintesis
Berikut adalah beberapa faktor utama yang menentukan laju fotosintesis:
• Intensitas cahaya
Laju fotosintesis maksimum ketika banyak cahaya.
• Konsentrasi karbon dioksida
Semakin banyak karbon dioksida di udara, makin banyak jumlah bahan yang dapt digunakan tumbuhan untuk melangsungkan fotosintesis.
• Suhu
Enzim-enzim yang bekerja dalam proses fotosintesis hanya dapat bekerja pada suhu optimalnya. Umumnya laju fotosintensis meningkat seiring dengan meningkatnya suhu hingga batas toleransi enzim.
• Kadar air
Kekurangan air atau kekeringan menyebabkan stomata menutup, menghambat penyerapan karbon dioksida sehingga mengurangi laju fotosintesis.
• Kadar fotosintat (hasil fotosintesis)
Jika kadar fotosintat seperti karbohidrat berkurang, laju fotosintesis akan naik. Bila kadar fotosintat bertambah atau bahkan sampai jenuh, laju fotosintesis akan berkurang.
• Tahap pertumbuhan
Penelitian menunjukkan bahwa laju fotosintesis jauh lebih tinggi pada tumbuhan yang sedang berkecambah ketimbang tumbuhan dewasa. Hal ini mungkin dikarenakan tumbuhan berkecambah memerlukan lebih banyak energi dan makanan untuk tumbuh.

 Penemuan
Meskipun masih ada langkah-langkah dalam fotosintesis yang belum dipahami, persamaan umum fotosintesis telah diketahui sejak tahun 1800-an.
Pada awal tahun 1600-an, seorang dokter dan ahli kimia, Jan van Helmont, seorang Flandria (sekarang bagian dari Belgia), melakukan percobaan untuk mengetahui faktor apa yang menyebabkan massa tumbuhan bertambah dari waktu ke waktu. Dari penelitiannya, Helmont menyimpulkan bahwa massa tumbuhan bertambah hanya karena pemberian air. Tapi pada tahun 1720, ahli botani Inggris, Stephen Hales berhipotesis bahwa pasti ada faktor lain selain air yang berperan. Ia berpendapat faktor itu adalah udara.
Joseph Priestley, seorang ahli kimia dan pendeta, menemukan bahwa ketika ia menutup sebuah lilin menyala dengan sebuah toples terbalik, nyalanya akan mati sebelum lilinnya habis terbakar. Ia kemudian menemukan bila ia meletakkan tikus dalam toples terbalik bersama lilin, tikus itu akan mati lemas. Dari kedua percobaan itu, Priestley menyimpulkan bahwa nyala lilin telah "merusak" udara dalam toples itu dan menyebabkan matinya tikus. Ia kemudian menunjukkan bahwa udara yang telah “dirusak” oleh lilin tersebut dapat “dipulihkan” oleh tumbuhan. Ia juga menunjukkan bahwa tikus dapat tetap hidup dalam toples tertutup asalkan di dalamnya juga terdapat tumbuhan.
Pada tahun 1778, Jan Ingenhousz, dokter kerajaan Austria, mengulangi eksperimen Priestley. Ia menemukan bahwa cahaya matahari berpengaruh pada tumbuhan sehingga dapat "memulihkan" udara yang "rusak".
Akhirnya di tahun 1796, Jean Senebier, seorang pastor Perancis, menunjukkan bahwa udara yang “dipulihkan” dan “merusak” itu adalah karbon dioksida yang diserap oleh tumbuhan dalam fotosintesis. Tidak lama kemudian, Theodore de Saussure berhasil menunjukkan hubungan antara hipotesis Stephen Hale dengan percobaan-percobaan "pemulihan" udara. Ia menemukan bahwa peningkatan massa tumbuhan bukan hanya karena penyerapan karbon dioksida, tetapi juga oleh pemberian air. Melalui serangkaian eksperimen inilah akhirnya para ahli berhasil menggambarkan persamaan umum dari fotosintesis yang menghasilkan makanan (seperti glukosa).

Hormon Tumbuhan

Hormon Tumbuhan

Hormon berasal dari bahasa Yunani, yaitu Hormoein yang berarti menggiatkan, atau suatu substansi yang disintesis pada suatu organ yang pada gilirannya merangsang terjadinya respons pada organ yang lain (Gardner, dkk., 1991). Sedangkan menurut Lingga (1986), hormon itu berarti pembawa atau pembangkit. Jadi hormon merupakan zat yang berfungsi sebagai pengatur yang dapat mempengaruhi jaringan-jaringan berbagai organ maupun sistem organ.
Hormon tumbuhan merupakan bagian dari proses regulasi genetik dan berfungsi sebagai prekursor. Rangsangan lingkungan memicu terbentuknya hormon tumbuhan. Bila konsentrasi hormon telah mencapai tingkat tertentu, sejumlah gen yang semula tidak aktif akan mulai ekspresi. Dari sudut pandang evolusi, hormon tumbuhan merupakan bagian dari proses adaptasi dan pertahanan diri tumbuh-tumbuhan untuk mempertahankan kelangsungan hidup jenisnya. Hormon yang membantu pertumbuhan pada tanaman dikenal dengan fitohormon atau substansi pertumbuhan tanaman atau pengatur pertumbuhan tanaman (plant growth regulators = PGRs) (Gardner, dkk., 1991). Fitohormon adalah senyawa organik bukan hara yang dihasilkan oleh tanaman yang dalam konsentrasi tertentu dapat mendukung atau menghambat pembelahan sel serta berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Abidin, 1986).
Konsep bahwa pertumbuhan dan perkembangan tanaman diatur oleh suatu substansi yang dihasilkan dalam jumlah sangat sedikit, dalam suatu organ yang menyebabkan suatu respon pada organ yang lain, pertama kali diajukan oleh Julius von Sachss, bapak Fisiologi Tumbuhan, pada pertengahan abad ke-19. Pengamatannya dikuatkan lagi oleh Charles Darwin pada tahun 1880 dalam eksperimennya tentang pengaruh cahaya dan gaya tarik bumi terhadap pertumbuhan tanaman, Darwin mengamati bahwa kecambah rumput kenari membengkok kearah sumber cahaya (fototropisme) kecuali bila pucuk kecambah tersebut dibungkus dengan kertas timah yang tidak tembus cahaya. Dia menyimpulkan bahwa rangsangan cahaya ditanggapi oleh bagian ujung batang (koleoptil), tepai responsnya terjadi pada jaringan yang lebih bawah atau lebih basal (Gardner, dkk., 1991).



Sejauh ini dikenal sejumlah golongan zat yang dianggap sebagai fitohormon, yaitu
1. Auksin
hormon auksin adalah hormon pertumbuhan pada semua jenis tanaman. nama lain dari hormon ini adalah IAA atau asam indol asetat. letak dari hormon auksin ini terletak pada ujung batang dan ujung akar, fungsi dari hormon auksin adalah membantu dalam proses mempercepat pertumbuhan, baik itu pertumbuhan akar maupun pertumbuhan batang, mempercepat perkecambahan, membantu dalam proses pembelahan sel.mempercepat pemasakan buah, mengurangi jumlah biji dalam buah serta penuaan dan pengguguran. kerja hormon auksin ini sinergis dengan hormon sitokinin dan hormon giberelin.tumbuhan yang pada salah satu sisinya disinari oleh matahari maka pertumbuhannya akan lambat karena kerjka auksin dihambat oleh matahari tetapi sisi tumbuhan yang tidak disinari oleh cahaya matahari pertumbuhannya sangat cepat karena kerja auksin tidak dihambat.sehingga hal ini akan menyebabkan ujung tanaman tersebut cenderung mengikuti arah sinar matahari atau yang disebut dengan fototropisme. Untuk membedakan tanaman yang memiliki hormon yang banyak atau sedikit kita harus mengetahui bentuk anatomi dan fisiologi pada tanaman sehingga kita lebih mudah untuk mengetahuinya. sedangkan untuk tanaman yang diletakkan ditempat yang terang dan gelap diantaranya untuk tanaman yang diletakkan ditempat yang gelap pertumbuhan tanamannya sangat cepat selain itu tekstur dari batangnya sangat lemah dan cenderung warnanya pucat kekuningan.hal ini disebabkan karena kerja hormon auksin tidak dihambat oleh sinar matahari. sedangkan untuk tanaman yang diletakkan ditempat yang terang tingkat pertumbuhannya sedikit lebih lambat dibandingkan dengan tanaman yang diletakkan ditempat gelap,tetapi tekstur batangnya sangat kuat dan juga warnanya segar kehijauan, hal ini disebabkan karena kerja hormon auksin dihambat oleh sinar matahari.
2.Giberelin
Giberelin sering disingkat dengan GA merupakan diterpenoid yang menempatkannya dalam keluarga kimia yang sama dengan klorofil dan karotein. Semua organ tanaman mengandung berbagai GA, dengan sumber terkaya sekaligus sebagai tempat biosintesisnya yaitu di dalam buah dan biji yang belum masak, tunas, daun dan akar (Rismunandar, 1988). Biosintesis GA melibatkan 3 metabolit kimia, yaitu asam mevalonat yang bertindak sebagai pelopor untuk pembentukan isoprena, yaitu bagian dasar dalam karbon-19 dan karbon 20 kerangka giban, kaurena terbentuk dari isoprena, GA terbentuk dari kaurena (Leopold dan Kriedemann, 1975 dalam Gardner, dkk., 1991).
Giberelin bekerja secara sinergis dengan auxin, sitokinin dan mungkin beberapa zat lainnya (sinergisme) untuk mempengaruhi dormansi puncak, pertumbuhan kambium, geotropisme, absisi dan partenokarpi (akibat aktivitas auxin dan giberelin), efektif meningkatkan set buah, perangsangan pertumbuhan antar buku sehingga tumbuhan tidak kerdil, pembebasan a-amilase untuk hidrolisis tepung dan perkecambahan (Gardner, dkk., 1991). Giberilin bereaksi pada sel-sel yang mengelilingi endosperma yang menyebabkan pembentukan sejumlah enzim hidrolitik khusus (seperti amylase dan protease) yang mencerna zat pati dan protein endosperma dengam demikian membuat persediaan gula dan asam amino bagi sel yang bertumbuh (Kimball, 1983). Selanjutnya dijelaskan bahwa asam amino yang tersedia akibat aktivitas enzim protease merupakan precurson terbentuknya jenis hormon tumbuh yang lain, seperti triptopan yang merupakan bentuk awal dari auxin.
Menurut Kusumo (1989), bahwa giberelin berperan dalam pembelahan sel dan mendukung pembentukan RNA sehingga terjadi sintesa protein. Pembelahan sel distimulasi oleh aktifnya amylase menghidrolisis pati menjadi gula tereduksi sehingga konsentrasi gula meningkat akibatnya tekanan osmotik juga meningkat. Peningkatan tekanan osmotik di dalam sel menyebabkan air mudah masuk ke dalam sel, sehingga dapat mentriger segala proses fisiologis dalam sel tanaman.
Fungsi giberelin adalah merangsang pembelahan sel serta merangsang aktivitas enzim amylase dan proteinase yang berperan dalam perkecambahan. Giberelin juga merangsang pembentukan tunas, menghilangkan dormansi biji, dan merangsang pertumbuhan buah secara parthenogenesis.
3. Sitokinin
Sitokinin sesuai dengan namanya yang berasal dari sitokinase adalah hormon tumbuh yang mempengaruhi pembelahan sel. Menurut Kimball (1983), sitokinin bila bereaksi bersama dengan Auxin, dengan kuat merangsang mitosis dalam jaringan merestematik, ledakan sintesis RNA yang nyata terjadi bila sel-sel tumbuhan atau nukleus-nukleus yang terisolasi diberi perlakuan dengan sitokinin. Selanjutnya menurut Wereing dan Philips (1981), dalam proses metabolisme diduga sitokinin mempunyai peranan penting dalam sintesa protein, yaitu proses translasi.
Sitokinin dapat ditemukan pada jaringan yang membelah, yaitu: Pada akar, embrio dan buah, berpindah dari akar ke organ lain. Sitokinin yang ditemukan pertama kali adalah kinetin. Sitokinin yang terdapat pada Zea mays adalah zeatin. Fungsi sitokinin adalah
merangsang pembelahan sel, merangsang pembentukan tunas pada batang maupun pada kalus, menghambat efek dominansi apikal, dan mempercepat pertumbuhan memanjang


4. Asam Absisat
Tidak semua hormon berfungsi untuk memacu pertumbuhan, sebab ada juga yang menghambat pertumbuhan, yaitu asam absisat. Asam absisat (ABA), sebagai penghambat tumbuh (Inhibitor/retardant) pada saat tanaman mengalami stress, fitohormon ini digunakan untuk mengompakkan pertumbuhan batang agar tanaman terlihat sangat baik. Fungsi asam absisat adalah menghambat pembelahan dan pemanjangan sel, menunda pertumbuhan atau dormansi, merangsang penutupan mulut daun dimusim kering, dan membantu peluruhan daun pada musim kering
Tempat dihasilkannya: Daun; batang, akar, buah berwarna hijau.
5. Etilen
Etena atau etilena adalah senyawa alkena paling sederhana yang terdiri dari empat atom hidrogen dan dua atom karbon yang terhubungkan oleh suatu ikatan rangkap. Karena ikatan rangkap ini, etena disebut pula hidrokarbon tak jenuh atau olefin.
Pada suhu kamar, molekul etena tidak dapat berputar pada ikatan rangkapnya sehingga semua atom pembentuknya berada pada bidang yang sama. Sudut yang dibentuk oleh dua ikatan karbon-hidrogen pada molekul adalah 117°, sangat dekat dengan sudut 120° yang diperkirakan berdasarkan hibridisasi ideal sp2. Fungsi Etilen adalah mendorong pematangan; memberikan pengaruh yang berlawanan dengan beberapa pengaruh auksin; mendorong atau menghambat pertumbuhan dan perkembangan akar, daun, batang dan bunga.
Tempat dihasilkannya: Buah yang matang, buku pada batang, daun yang sudah menua.

6. Brassinolide (kelompok brassinosteroid)
Brassinolide adalah fitohormon yang mirip steroid pada hewan dan memiliki respon yang mirip dengan giberelin. Beberapa fungsi brassinolide adalah sebagai berikut : meningkatkan laju perpanjangan sel tumbuhan, menghambat penuaan daun (senescence), mengakibatkan lengkuk pada daun rumput-rumputan, menghambat proses gugurnya daun, menghambat pertumbuhan akar tumbuhan, meningkatkan resistensi pucuk tumbuhan kepada stress lingkungan, menstimulasi perpanjangan sel di pucuk tumbuhan, merangsang pertumbuhan pucuk tumbuhan, merangsang diferensiasi xylem tumbuhan, menghambat pertumbuhan pucuk pada saat kahat (defisien) udara dan endogenus karbohidrat. Brassinolide tersintesis dari asetil CoA melalui jalur asam mevalonik

7. Polyamines
Polyamines mempunyai peranan besar dalam proses genetis yang paling mendasar seperti sintesis DNA dan ekspresi genetika. Spermine dan spermidine berikatan dengan rantai phosphate dari asam nukleat. Interaksi ini kebanyakkan didasarkan pada interaksi ion elektrostatik antara muatan positif kelompok ammonium dari polyamine dan muatan negatif dari phosphat.
Polyamine adalah kunci dari migrasi sel, perkembangbiakan dan diferensiasi pada tanaman dan hewan. Level metabolis dari polyamine dan prekursor asam amino adalah sangat penting untuk dijaga, oleh karena itu biosynthesis dan degradasinya harus diatur secara ketat.
Polyamine mewakili kelompok hormon pertumbuhan tanaman, namun merekan juga memberikan efek pada kulit, pertumbuhan rambut, kesuburan, depot lemak, integritas pankreatis dan pertumbuhan regenerasi dalam mamalia. Sebagai tambahan, spermine merupakan senyawa penting yang banyak digunakan untuk mengendapkan DNA dalam biologi molekuler. Spermidine menstimulasi aktivitas dari T4 polynucleotida kinase and T7 RNA polymerase dan ini kemudian digunakan sebagai protokol dalam pemanfaatan enzim
Selain hormon-hormon yang telah disebutkan di atas, ada pula hormon lain yang juga dihasilkan tumbuhan yaitu:
1) Kalin, yang dapat dibedakan menjadi empat:
• Kaulokalin, merangsang proses pembentukan batang
• Rizokalin, merangsang proses pembentukan akar
• Filokalin, merangsang proses pembentukan daun
• Antokalin, merangsang proses pembentukan bunga
2) Asam traumalin
Berperan dalam memperbaiki bagian tubuh tumbuhan yang rusak.

Minggu, 28 Juni 2009

Dormansi Biji

DORMANSI BIJI
A. PENGERTIAAN
Dormansi adalah suatu keadaan dimana pertumbuhan tidak terjadi, walaupun kondisi lingkungan mendukung untuk terjadinya perkecambahan. Dormansi benih berhubungan dengan usaha benih untuk menunda perkecambahannya, hingga waktu dan kondisi lingkungan memungkinkan untuk melangsungkan proses tersebut. Dormansi dapat terjadi pada kulit biji maupun pada embrio.
Biji yang telah masak dan siap untuk berkecambah membutuhkan kondisi limatik dan tempat tumbuh yang sesuai untuk dapat mematahkan dormansi dan memulai proses perkecambahannya. Pretreatment skarifikasi digunakan untuk mematahkan dormansi kulit biji, sedangkan stratifikasi digunakan untuk mengatasi dormansi embrio.
Dormansi diklasifikasikan menjadi bermacam-macam kategori berdasarkan faktor penyebab, mekanisme dan bentuknya, yaitu :
1. Berdasarkan faktor penyebab dormansi
a. Imposed dormancy (quiscence): terhalangnya pertumbuhan aktif karena keadaan lingkungan yang tidak menguntungkan
b. Imnate dormancy (rest): dormancy yang disebabkan oleh keadaan atau kondisi di dalam organ-organ biji itu sendiri
2. Berdasarkan mekanisme dormansi di dalam biji
1. Mekanisme fisik
Merupakan dormansi yang mekanisme penghambatannya disebabkan oleh organ biji itu sendiri; terbagi menjadi:
1) Mekanis : embrio tidak berkembang karena dibatasi secara fisik
2) Fisik: penyerapan air terganggu karena kulit biji yang impermeabel
3) Kimia: bagian biji/buah mengandung zat kimia penghambat
2. Mekanisme fisiologis
Merupakan dormansi yang disebabkan oleh terjadinya hambatan dalam proses fisiologis; terbagi menjadi:

1) Photodormancy: proses fisiologis dalam biji terhambat oleh keberadaan cahaya
2) Immature embryo: proses fisiologis dalam biji terhambat oleh kondisi embrio yang tidak/belum matang
3) Thermodormancy: proses fisiologis dalam biji terhambat oleh suhu
3. Berdasarkan bentuk dormansi
Berdasarkan bentuk dormansinya, biji dapat dikbedakan meknjadi :
a. Kulit biji impermeabel terhadap air/ O2, dengan ciri-ciri :
1) Bagian biji yang impermeabel: membran biji, kulit biji, nucellus, pericarp, endocarp
2) Impermeabilitas dapat disebabkan oleh deposisi bermacam-macam substansi (misalnya cutin, suberin, lignin) pada membran.
3) Kulit biji yang keras dapat disebabkan oleh pengaruh genetik maupun lingkungan. Pematahan dormansi kulit biji ini dapat dilakukan dengan skarifikasi mekanik.
4) Bagian biji yang mengatur masuknya air ke dalam biji: mikrofil, kulit biji, raphe/hilum, strophiole; adapun mekanisme higroskopiknya diatur oleh hilum.
5) Keluar masuknya O2 pada biji disebabkan oleh mekanisme dalam kulit biji. Dormansi karena hambatan keluar masuknya O2 melalui kulit biji ini dapat dipatahkan dengan perlakuan temperatur tinggi dan pemberian larutan kuat.
b. Embrio belum masak (immature embryo), dengan cirri-ciri :
1) Ketika terjadi abscission (gugurnya buah dari tangkainya), embrio masih belum menyelesaikan tahap perkembangannya. Misal: Gnetum gnemon (melinjo)
2) Embrio belum terdiferensiasi
3) Embrio secara morfologis sudah berkembang, namun masih butuh waktu untuk mencapai bentuk dan ukuran yang sempurna.
c. Biji membutuhkan pemasakan pascapanen (afterripening) dalam penyimpanan kering
B. Pematahan Dormansi Biji
Dormansi karena kebutuhan akan afterripening ini, dapat dipatahkan dengan perlakuan temperatur tinggi dan pengupasan kulit, dan sebagaiknya. Penjelasan masing-masing dapat dilihat sebagai berikut :
1. Biji membutuhkan suhu rendah
Biasa terjadi pada spesies daerah temperate, seperti apel dan Familia Rosaceae. Dormansi ini secara alami terjadi dengan cara: biji dorman selama musim gugur, melampaui satu musim dingin, dan baru berkecambah pada musim semi berikutnya.
Dormansi karena kebutuhan biji akan suhu rendah ini dapat dipatahkan dengan perlakuan pemberian suhu rendah, dengan pemberian aerasi dan imbibisi.
Ciri-ciri biji yang mempunyai dormansi ini adalah:
a. jika kulit dikupas, embrio tumbuh
b. embrio mengalami dormansi yang hanya dapat dipatahkan dengan suhu rendah
c. embrio tidak dorman pada suhu rendah, namun proses perkecambahan biji masih membutuhkan suhu yang lebih rendah lagi
d. perkecambahan terjadi tanpa pemberian suhu rendah, namun semai tumbuh kerdil
e. akar keluar pada musim semi, namun epicotyl baru keluar pada musim semi berikutnya (setelah melampaui satu musim dingin)
2. Biji bersifat light sensitive
Cahaya mempengaruhi perkecambahan dengan tiga cara, yaitu dengan intensitas (kuantitas) cahaya, kualitas cahaya (panjang gelombang) dan fotoperiodisitas (panjang hari).
3. Kuantitas cahaya
Cahaya dengan intensitas tinggi dapat meningkatkan perkecambahan pada biji-biji yang positively photoblastic (perkecambahannya dipercepat oleh cahaya); jika penyinaran intensitas tinggi ini diberikan dalam durasi waktu yang pendek. Hal ini tidak berlaku pada biji yang bersifat negatively photoblastic (perkecambahannya dihambat oleh cahaya).
Biji positively photoblastic yang disimpan dalam kondisi imbibisi dalam gelap untuk jangka waktu lama akan berubah menjadi tidak responsif terhadap cahaya, dan hal ini disebut skotodormant. Sebaliknya, biji yang bersifat negatively photoblastic menjadi photodormant jika dikenai cahaya. Kedua dormansi ini dapat dipatahkan dengan temperatur rendah.
4. Kualitas cahaya
Yang menyebabkan terjadinya perkecambahan adalah daerah merah dari spektrum (red; 650 nm), sedangkan sinar infra merah (far red; 730 nm) menghambat perkecambahan. Efek dari kedua daerah di spektrum ini adalah mutually antagonistic (sama sekali bertentangan): jika diberikan bergantian, maka efek yang terjadi kemudian dipengaruhi oleh spektrum yang terakhir kali diberikan. Dalam hal ini, biji mempunyai 2 pigmen yang photoreversible (dapat berada dalam 2 kondisi alternatif):
a. P650 : mengabsorbir di daerah merah
b. P730 : mengabsorbir di daerah infra merah
Jika biji dikenai sinar merah (red; 650 nm), maka pigmen P650 diubah menjadi P730. P730 inilah yang menghasilkan sederetan aksi-aksi yang menyebabkan terjadinya perkecambahan. Sebaliknya jika P730 dikenai sinar infra merah (far-red; 730 nm), maka pigmen berubah kembali menjadi P650 dan terhambatlah proses perkecambahan.
5. Photoperiodisitas
Respon dari biji photoblastic dipengaruhi oleh temperatur:
a. Pemberian temperatur 10-200C : biji berkecambah dalam gelap
b. Pemberian temperatur 20-300C : biji menghendaki cahaya untuk berkecambah
c. Pemberian temperatur >350C : perkecambahan biji dihambat dalam gelap atau terang
Kebutuhan akan cahaya untuk perkecambahan dapat diganti oleh temperatur yang diubah-ubah. Kebutuhan akan cahaya untuk pematahan dormansi juga dapat digantikan oleh zat kimia seperti KNO3, thiourea dan asam giberelin.
C. Penyebab Dormansi
Perkecambahan biji adalah kulminasi dari serangkaian kompleks proses-proses metabolik, yang masing-masing harus berlangsung tanpa gangguan. Tiap substansi yang menghambat salah satu proses akan berakibat pada terhambatnya seluruh rangkaian proses perkecambahan. Beberapa zat penghambat dalam biji yang telah berhasil diisolir adalah soumarin dan lacton tidak jenuh; namun lokasi penghambatannya sukar ditentukan karena daerah kerjanya berbeda dengan tempat di mana zat tersebut diisolir. Zat penghambat dapat berada dalam embrio, endosperm, kulit biji maupun daging buah.
Selain itu dormansi biji juga dapat disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya antara lain :
1. Rendahnya / tidak adanya proses imbibisi air yang disebabkan oleh struktur benih (kulit benih) yang keras, sehingga mempersulit keluar masuknya air ke dalam benih.
2. Respirasi yang tertukar, karena adanya membran atau pericarp dalam kulit benih yang terlalu keras, sehingga pertukaran udara dalam benih menjadi terhambat dan menyebabkan rendahnya proses metabolisme dan mobilisasi cadangan makanan dalam benih.
3. Resistensi mekanis kulit biji terhadap pertumbuhan embrio, karena kulit biji yang cukup kuat sehingga menghalangi pertumbuhan embrio. Pada tanaman pangan, dormansi sering dijumpai pada benih padi, sedangkan pada sayuran dormasni sering dijumpai pada benih timun putih, pare dan semangka non biji.

Gerak Pada Tumbuhan

Gerak Pada Tumbuhan

Setiap organisme mampu menerima rangsang yang disebut iritabilitas, dan mampu pula menanggapi rangsang tersebut. Salah satu bentuk tanggapan yang umum adalah berupa gerak. Gerak berupa perubahan posisi tubuh atau perpindahan yang meliputi seluruh atau sebagian dari tubuh.

Jika pada hewan rangsang disalurkan melalui saraf, maka pada tumbuhan rangsang disalurkan melalui benang plasma (PLASMODESMA) yang masuk ke dalam sel melalui dinding yang disebut NOKTAH.

Gerak pada tumbuhan dibagi 3 golongan, yaitu :

1. Gerak higroskopis

yaitu gerak yang ditimbulkan oleh pengaruh perubahan kadar air.
Misalnya:

a. pecahnya buah polongan (petai cina, jarak)

b. membukanya anulus pada sporangium (kotak spora) pada tumbuhan paku-pakuan

c. membuka dan menutupnya sporangium pada tumbuhan lumut oleh peristom

2. Gerak ESIONOM

yaitu gerak yang dipengaruhi rangsang dari luar. Gerakan ini terdiri dari :

a. TROPI (TROPISME) yaitu gerak bagian tumbuhan yang dipengaruhi oleh arah rangsang. Tropisme positif jika mendekati rangsang dan tropisme negatif jika menjauhi. Bentuk tropisme antara lain,

1. fototropisme atau heliotropisme

2. geotropi

3. tigmotropi atau haptotropi Þ rangsang berupa sentuhan

4. hidrotropi

b. TAKSIS yaitu gerak berpindah seluruh tubuh tumbuhan yang dipengaruhi oleh rangsang. Seperti bentuk tropisme, terdapat taksis positif dan negatif. Beberapa bentuk taksis yaiktu fototaksis dan kemotaksis

c. NASTI yaitu gerak bagian tumbuhan yang tidak dipengaruhi arah rangsang. Gerak ini disebabkan terjadinya perubahan tekanan turgor akibat pemberian rangsang. Beberapa bentuk nasti, yaitu :

1. Niktinasti adalah rangsang berupa gelap

2. Seismonasti adalah rangsang sentuhan atau mekanik

3. nasti kompleks adalah rangsang tidak hanya satu

Contoh : gerak membuka dan menutupnya sel-sel penutup stomata diakibatkan rangsang berupa cahaya, suhu, air, dan zat kimia

3. Gerak endonom atau autonom (spontan)

Gerak ini merupakan gerak tumbuhan yang tidak disebabkan rangasangan dari luar. Di duga gerak yang terjadi disebabkan oleh rangsangan yang berasal dari dalam tumbuhan itu sendiri.

Contoh : gerak sitoplasma sel Hydrilla dan bawang merah